Minggu, 27 Maret 2016

MAKALAH EKOSISTEM AIR LAUT


BAB I
PENDAHULUAN

           A.      Latar Belakang
Ekosistem adalah hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati yang membentuk sistem ekolog. Ekosistem merupakan suatu interaksi yang kompleks dan memiliki penyusun yang beragam. Di bumi ada bermacam-macam ekosistem. Salah satunya adalah ekosistem air laut.. Dan dalam makalah ini, kami akan cantumkan tentang ekosistem air laut.Ekosistem air laut merupakan ekosistem yang paling luas di bumi ini. Luas ekosistem air laut hampir lebih dari dua per tiga dari permukaan bumi. Ekosistem ini biasa juga disebut dengan Ekosistem Bahari Ekosistem air laut seperti halnya ekosistem air tawar, pada ekosistem air laut merupakan media internal dan eksternal bagi organisme yang hidup didalamnya. Air merupakan zat yang mengelilingi seluruh organisme laut. Air laut sekaligus juga merupakan bagian penyusun atau pembentuk tubuh tumbuh-tumbuhan dan binatang bianatang laut (Dr. Abdul Razak, M.Si, dan DR. H. Armin Arief, M.PH,2006:65)

               B.       Rumusan Masalah
Dalam makalah yang kami susun ini, dengan judul “Ekosistem Air Laut” ada beberapa yang menjadi rumusan masalah diantaranya:
          1.      Apa pengertian ekosistem air laut ?
          2.      Bagaimana ciri-ciri ekosistem air laut ?
          3.      Mendeskripsikan pembagian ekosistem air laut ?

             C.      Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah maka tentulah memiliki suatu tujuan. Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
          1.      Untuk mengetahui pengertian ekosistem air laut
          2.      Untuk mengetahui ciri-ciri ekosistem air laut
          3.      Untuk mengetahui pembagian ekosistem air laut

            D.      Manfaat Penulisan
Ketika kita menulis makalah maka tentu ada manfaat yang dapat kita ambil, baik dari penyusun sendiri maupun bagi para pembaca. Adapun beberapa manfaat yang dapat ambil yaitu dapat mengetahui ilmu tentang ekosistem air laut, baik dari pengertiann, cici-cirinya, pembagiannya, maupun manfaat dari ekosistem air laut itu sendiri.






BAB II
PEMBAHASAN

          A.      Pengertian Ekosistem Air Laut
Ekosistem air laut merupakan ekosistem yang paling luas di bumi ini. Luas ekosistem air laut hampir lebih dari dua per tiga dari permukaan bumi ( + 70 % ), karena luasnya dan potensinya sangat besar, ekosistem laut menjadi perhatian orang banyak, khususnya yang berkaitan dengan revolusi biru. Ekosistem laut atau disebut juga ekosistem bahari merupakan ekosistem yang terdapat di perairan laut, terdiri atas ekosistem perairan dalam, ekosistem pantai pasir dangkal/bitarol, dan ekosistem pasang surutSeperti halnya ekosistem air tawar, pada ekosistem air laut merupakanmedia internal dan eksternal bagi organisme yang hidup didalamnya. Air merupakan zat yang mengelilingi seluruh organisme laut. Air laut sekaligus jugamerupakan bagian penyusun atau pembentuk tuibuh tumbuh-tumbuhan dan binatang bianatang laut.

        B.       Ciri-Ciri Ekosistem Air Laut
Dari pengertian tentang ekosistem air laut yang telah dijelaskan  di atas, maka kita  dapat menyimpulkan bahwa ekosistem air laut memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut :
     1.      Memiliki salinitas (kadar garam) tinggi, semakin mendekati khatulistiwa semakin tinggi.
     2.      NaCl mendominasi mineral ekosistem laut hingga mencapai 75%.
     3.      Iklim dan cuaca tidak terlalu berpengaruh pada ekosistem laut.
     4.      Memiliki variasi perbedaan suhu di permukaan dengan di kedalaman.
    5.      Memiliki kadar mineral yang tinggi, ion terbanyak ialah Cl`(55%), namun kadar garam di laut bervariasi, ada yang tinggi (seperti di daerah tropika) dan ada yang rendah (di laut beriklim dingin).
     6.      Ekosistem air laut tidak dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.


     C.      Pembagian Ekosistem Air Laut
Ekosistem air laut dibedakan atas lautan/laut, pantai, estuari, dan terumbu karang.
     1.      Lautan/laut
Dari sisi Bahasa Indonesia pengertian laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. Jadi laut adalah merupakan air yang menutupi permukaan tanah yang sangat luas dan umumnya mengandung garam dan berasa asin. Pada hewan dan tumbuhan tingkat rendah tekanan osmosisnya kurang lebih sama dengan tekanan osmosis air laut sehingga tidak terlalu mengalami kesulitan untuk beradaptasi. Tetapi bagaimanakah dengan hewan tingat tinggi, seperti ikan yang mempunyai tekanan osmosis jauh lebih rendah daripada tekanan osmosis air laut. Cara ikan beradaptasi dengan kondisi seperti itu adalah:
      a)      hanyak minum
      b)      air masuk ke jaringan secara osmosis melalui usus
      c)      sedikit mengeluarkan urine
      d)     pengeluaran air terjadi secara osmosis
      e)      garam-garam dikeluarkan secara aktif melalui insang
Laut memiliki banyak fungsi / peran / manfaat bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya karena di dalam dan di atas laut terdapat kekayaan sumber daya alam yang dapat kita manfaatkan diantaranya yaitu :
      a)      Tempat rekreasi dan hiburan.
      b)      Tempat hidup sumber makanan kita.
      c)      Pembangkit listrik
      d)     Tempat budidaya ikan, kerang mutiara, rumput laun, dll.
      e)      Tempat barang tambang berada.
      f)       Salah satu sumber air minum (desalinasi).
      g)      Sebagai jalur transportasi air.
      h)      Sebagai tempat cadangan air bumi.
       i)        Sebagai objek riset penelitian dan pendidikan.
Di permukaan bumi terdapat berbagai macam jenis laut, jenis laut dapat dibedakan berdasarkan proses terjadinya, letaknya dan kedalamannya.
a.         Berdasarkan proses terjadinya perairan laut dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
      1.      Laut Ingresi, terjadi karena dasar laut mengalami penurunan. Kedalaman laut ingresi pada umumnya lebih dari 200 meter. Contoh laut ingresi adalah Laut Maluku dan Laut Sulawesi.
        2.      Laut Transgresi, terjadi karena permukaan air laut bertambah tinggi. Laut transgresi umumnya terdiri dari laut dangkal yang kedalamannya kurang dari 200 meter. Contoh laut transgresi adalah Laut Jawa, Laut Cina Selatan dan Laut Arafura.
      3.      Laut Regresi, terjadi karena laut mengalami penyempitan akibat adanya proses sedimentasi lumpur yang dibawa oleh sungai.
b.        Berdasarkan letaknya, perairan laut terdiri dari :
       1.      Laut Tepi, yaitu laut yang terdapat di tepi benua. Contohnya Laut Jepang, Laut Cina Selatan dan Laut Arab.
       2.      Laut Tengah, yaitu laut yang terletak di antara dua benua. Contohnya Laut Tengah, laut-laut yang ada di wilayah Indonesia.
        3.      Laut Pedalaman, yaitu laut terletak di tengah-tengah benua dan hampir seluruhnya dikelilingi oleh daratan. Contohnya Laut Hitam dan Laut Baltik
c.         Berdasarkan kedalamannya, wilayah perairan laut terdiri dari empat zona, yaitu :
       1.      Zona Litoral, yaitu wilayah antara garis pasang dan garis surut air laut. Wilayah ini kadang-kadang kering pada saat air laut surut dan tergenang pada saat air laut mengalami pasang. Zona litoral biasanya terdapat di daerah yang pantainya landai.
       2.      Zona Neritik, adalah daerah dasar laut yang mempunyai kedalaman rata-rata kurang dari 200 meter. Contohnya wilayah perairan laut dangkal di Paparan Sunda dan Paparan Sahul di wilayah perairan Indonesia. Seperti Laut Jawa, Selat Sunda dan Laut Arafuru.
        3.      Zona Batial, adalah wilayah perairan laut yang memiliki kedalaman antara 200 meter – 1.800 meter.
       4.      Zona Abisal, adalah wilayah perairan laut yang memiliki kedalaman lebih dari 1.800 meter. Contohnya Palung Laut Banda (7.440meter) dan Palung Laut Mindanao (10.830 meter).
Di Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas dan kurang terjaga sehingga mudah mendatangkan ancaman sengketa batas wilayah dengan negara tetangga. Adapun wilayah perairan laut Indonesia antara lain :
        1.      Landas Kontinen, yaitu bagian laut yang kedalamannya mencapai 200 meter. Pada wilayah ini suatu negara berhak untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Penentuan landas kontinen didasarkan atas wilayah perairan Indonesia dan dikuatkan oleh perjanjian dengan negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia, seperti Malaysia, Thailand, Australia, Singapura dan India.
        2.      Laut Teritorial, yaitu wilayah laut suatu negara sejauh 12 mil dari garis dasar lurus. Garis dasar lurus adalah garis yang ditarik dari titik-titik terluar suatu pulau pada saat air laut surut.
        3.      Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), yaitu wilayah laut suatu negara yang diukur sejauh 200 mil (± 320 Km) dari garis dasar wilayah laut.

      2.      Pantai
Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat keras. Adapun pembagian daerah pantai terbagi atas 3, yaitu :
1.        Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan burung pantai.
2.        Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil.
3.        Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut. Komunitas tumbuhan berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat dibedakan sebagai berikut :  
      a.       Formasi pes caprae
Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukan pasir adalah tumbuhan Ipomoea pes caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin; tumbuhan ini menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius (rumput angin), Vigna, Euphorbia atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah darat lagi ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan), dan Scaeuola Fruescens (babakoan).
      b.      Formasi baringtonia
Daerah ini didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di dalamnya Wedelia, Thespesia, Terminalia, Guettarda, dan Erythrina. Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang. Yang termasuk tumbuhan di hutan bakau antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora, dan Cerbera. Jika tanah pasang surut tidak terlalu basah, pohon yang sering tumbuh adalah: Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus.

      3.      Estuari
Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam. Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut. Salinitas ini juga dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surut aimya. Nutrien dari sungai memperkaya estuari.
Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.

      4.      Terumbu Karang
a.        Pengertian  terumbu karang
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul,Morfologi dan Fisiologi. Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh Tentakel. Namun pada kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui. Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik beserta ekosistem yang menyertainya yang secara aktif membentuk sedimen kalsium karbonat akibat aktivitas biologi (biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut. Bagi ahli geologi, terumbu karang merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat) di dalam laut, atau disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitaskoral.
b.        Habitat terumbu karang
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak membentuk karang.
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhusalinitas, sedimentasi, Eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3°C di atas suhu normal.
c.         Kondisi optimum terumbu karang
Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar di atas 20oC. Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan tidak berpolusi. Hal ini dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh terumbu karang.
Beberapa terumbu karang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan kegiatanfotosintesis. Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak pada bagian atas terumbu karang dapat menangkap makanan yang terbawa arus laut dan juga melakukan fotosintesis. Oleh karena itu, oksigen-oksigen hasil fotosintesis yang terlarut dalam air dapat dimanfaatkan oleh spesies laut lainnya.[1] Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik).

d.        Manfaat terumbu karang
Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah :
       1.      sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning), batu karang,
        2.      pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya.
        3.      penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya.
     4.      Penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai sumber keanekaragaman hayati.
e.         Klasifikasi terumbu karang
1.      Berdasarkan kemampuan memproduksi kapur
a.       Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis.
b.      Karang hermatipik bersimbiosis mutualisme dengan zooxanthellae, yaitu sejenis algae uniseluler (Dinoflagellata unisuler), seperti Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan melaksanakan Fotosintesis. Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae. Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang.
c.       Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifatFototropik positif. Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai /laut yang cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut. Disamping itu untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 °C.
d.      Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar luas diseluruh dunia.
2.      Berdasarkan letaknya
a.       Terumbu karang tepi atau karang penerus atau fringing reefs adalah jenis terumbu karang paling sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di daerah tropis. Terumbu karang tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh:Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).

b.      Terumbu karang penghalang. Secara umum, terumbu karang penghalang atau barrier reefs menyerupai terumbu karang tepi, hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang ini terletak sekitar 0.5­2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh : Batuan Tengah(BintanKepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai(Sulawesi Tengah).
c.       Terumbu karang cincin atau attols merupakan terumbu karang yang berbentuk cincin dan berukuran sangat besar menyerupai pulau. Atol banyak ditemukan pada daerah tropis di Samudra Atlantik. Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau­-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.
d.      Terumbu karang datar atau gosong terumbu (patch reefs), kadang-kadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)
f.          Kerusakan terumbu karang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi terumbu karang terbesar di dunia. Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 60.000 km2. Hal tersebut membuatIndonesia menjadi negara pengekspor terumbu karang pertama di dunia. Dewasa ini, kerusakan terumbu karang, terutama di Indonesia meningkat secara pesat. Terumbu karang yang masih berkondisi baik hanya sekitar 6,2%. Kerusakan ini menyebabkan meluasnya tekanan pada ekosistem terumbu karang alami. Meskipun faktanya kuantitas perdagangan terumbu karang telah dibatasi oleh Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), laju eksploitasi terumbu karang masih tinggi karena buruknya sistem penanganannya.
 Beberapa aktivitas manusia yang dapat merusak terumbu karang :
           1.      Membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat mencemari air laut
        2.      Membawa pulang ataupun menyentuh terumbu karang saat menyelam, satu sentuhan saja dapat membunuh terumbu karang
         3.      Pemborosan air, semakin banyak air yang digunakan maka semakin banyak pula limbah air yang dihasilkan dan dibuang ke laut.
            4.      Penggunaan pupuk dan pestisida buatan, seberapapun jauh letak pertanian tersebut dari laut residu kimia dari pupuk dan pestisida buatan pada akhinya akan terbuang ke laut juga.
        5.      Membuang jangkar pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan merusak terumbu karang yang berada di bawahnya.
         6.      Terdapatnya predator terumbu karang, seperti sejenis siput drupella.
         7.      Penambangan
         8.      Pembangunan pemukiman
         9.      Reklamasi pantai
        10.  Polusi
        11.  Penangkapan ikan dengan cara yang salah, seperti pemakaian bom ikan






BAB III
PENUTUP

          A.      Kesimpulan
Ekosistem air laut merupakan ekosistem yang paling luas di bumi ini. Luas ekosistem air laut hampir lebih dari dua per tiga dari permukaan bumi ( + 70 % ), karena luasnya dan potensinya sangat besar, ekosistem laut menjadi perhatian orang banyak, khususnya yang berkaitan dengan revolusi biru.
Ekosistem air laut dibedakan atas lautan/laut, pantai, estuari, dan terumbu karang. Laut adalah merupakan air yang menutupi permukaan tanah yang sangat luas dan umumnya mengandung garam dan berasa asin. Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang surut. Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam. Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut. Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae.

        B.     Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.


Kamis, 24 Maret 2016

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BELIDA (Chitala lopis) DI SUNGAI TULANG BAWANG, LAMPUNG

PAPER BIOLOGI REPRODUKSI IKAN

 BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BELIDA (Chitala lopis) DI SUNGAI TULANG BAWANG, LAMPUNG

Limin Santoso



Disusun Oleh :
Tri Ramadhani
130330027








PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANNIAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2016


BAB I

PENDAHULUAN


1. Latar Belakang
Kekayaan keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia luar biasa besarnya (mega biodiversity). Sekitar 16% dari spesies ikan dunia hidup di Indonesia (Winarno et al. dalam Cholik et al., 2005). Dilaporkan di perairan Indonesia terdapat lebih dari 7000 spesies ikan, dimana 2000 spesies diantaranya adalah ikan air tawar. Dari 7000 spesies ikan tersebut, baru tercatat 40 spesies yang sudah berhasil dibudidayakan yaitu : 27 spesies ikan air tawar, 10 spesies ikan laut dan 3 spesies ikan air payau atau  diadromus (Cholik et al., 2005).
Selain ikan arwana (Sceleropages formosus) dan botia (Botia macrachathus), ikan belida (Chitala lopis) merupakan ikan  mulai langka dan terancam punah. Di Indonesia ikan belida termasuk ikan endemik (indegenous species), penyebaran ikan belida yaitu pada daerah Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Populasi ikan air tawar ini dari tahun ke tahun terus menurun sehingga perlu segera dilakukan usaha konservasi (Kotellat et al., 1993).
Ikan belida (Chitala lopis) merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi di Lampung dan Sumatra Selatan karena banyak digunakan sebagai bahan baku makanan tradisional seperti pempek dan kerupuk, serta juga sebagai ikan hias. Harga ikan belida ukuran konsumsi dengan bobot 1 - 4 kg per ekor mencapai Rp 50.000 per kilogram, sedangkan harga ikan belida hidup untuk ikan hias berkisar Rp 30.000 - 100.000 per ekor (berdasarkan ukuran ikan).
Mengingat banyaknya permintaan ikan belida, baik untuk bahan baku makanan tradisional maupun untuk ikan hias menyebabkan peningkatan aktivitas penangkapan ikan belida di perairan umum, terutama di sungai Tulang Bawang. Hal ini berdampak pada populasi ikan belida di sungai Tulang Bawang semakin sedikit dan bahkan semakin langka, sehingga kelestarian ikan belida terancam. Sedikitnya populasi ikan belida sehingga Dinas Perikanan Kabupaten Tulang  Bawang tidak memiliki data jumlah ikan belida yang tertangkap oleh nelayan. Berdasarkan wawancara dengan beberapa orang nelayan dan pedagang pengepul, diperkirakan ikan belida yang tertangkap tidak lebih dari 500 ekor per tahun.
Sampai saat ini informasi ilmiah tentang ikan belida sebagai sumberdaya ikan lokal masih sangat minim. Salah satunya dikarenakan ikan belida merupakan ikan yang keberadaannya mulai langka dan penyebarannya sangat terbatas. Di Sumatra ikan ini hanya dapat dijumpai di daerah tertentu yaitu Riau, Sumatra Selatan, Jambi, Bengkulu dan Lampung. Untuk mencegah punahnya ikan belida serta untuk menambah jenis ikan yang dapat dibudidayakan, maka kajian biologi reproduksi ikan belida sangat penting dilakukan, sebagai salah satu cara untuk melakukan introduksi ikan belida secara tepat sehingga kelak dapat dibudidayakan seperti halnya ikan air tawar yang lain.
  

BAB II

METODELOGI

 

2.1. Waktu dan Lokasi
Penelitian ini meliputi dua tahap kegiatan, yaitu tahap pengambilan dan penanganan sampel serta tahap analisa sampel. Pengambilan  dilakukan  pada  bulan April sampai Juli 2008 di Sungai Tulang Bawang Lampung. Pengamatan dan penanganan ikan sampel dilakukan di Laboratorium BDP-Universitas Lampung.


2.2. Metode Penelitian

Ikan belida ditangkap dengan menggunakan alat tangkap pancing dan jala. Pengambilan ikan sampel dilakukan dengan frekuensi dua minggu sekali. Selanjutnya ikan yang diambil dari sungai Tulang Bawang diawetkan dengan menggunakan larutan formalin 10% supaya ikan tidak cepat rusak.
Parameter yang  diamati dalam penelitian meliputi : bentuk morfologi, panjang dan berat, rasio kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad serta fekunditas pada ikan belida. Pengamatan morfologi dilakukan dengan melihat bentuk tubuh, kepala, sirip, sisik dan warna tubuh ikan. Panjang total ikan diukur dengan menggunakan penggaris  stainless 100 cm (ketelitian 1 mm) dan berat total ditimbang dengan neraca digital (ketelitian 1gr).
Selanjutnya     dilakukan pembedahan untuk melihat gonad ikan. Rasio kelamin (sex ratio) dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina di dalam  populasi. Tingkat kematangan gonad secara makroskopik ditentukan berdasarkan Effendie (1997). Gonad ditimbang bobotnya dan telur-telur yang terdapat di dalam gonad dihitung dengan metode gravimetrik. Pengamatan diameter telur dilakukan untuk menentukan tingkat kematangan gonad (TKG), sedangkan indeks kematangan gonad (IKG) dihitung berdasarkan perbandingan antara berat total tubuh dengan berat gonad ikan.
Hubungan panjang dan berat tubuh ikan belida dianalisa dengan model persamaan Hile dalam Effendie (1997) :

W= a L b

Keterangan :

W           = Berat ikan (g)
L                        = Panjang ikan (cm)
a dan b   = Konstanta


Tingkat kematangan gonad (TKG) baik pada ikan betina maupun ikan jantan ditentukan menurut Nikolsky dalam Effendie (1997). Sedangkan indeks kematangan gonad (IKG) pada ikan dihitung dengan persamaan berikut :

IKG (%) = Wg x 100% W

Keterangan :
IKG       =  Indeks Kematangan Gonad (%)
W           =  Berat tubuh ikan (g)
Wg         =  Berat gonad ikan (g)

            Penghitungan fekunditas ikan belida  dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik berdasarkan Effendie (1997). Gonad ikan yang ditentukan fekunditasnya adalah gonad yang sudah mencapai TKG III dan IV. Jumlah telur dapat dihitung dengan rumus berikut ini :
                                      F = (G/Q) x N                                     
Keterangan :
F       =  Fekunditas (butir)
G       =  Berat total gonad (g) 
Q       =  Berat gonad contoh (g)
N       =  Jumlah   telur   pada   gonad contoh (butir)

Sedangkan diameter telur ikan  diukur dengan menggunakan micrometer.    Telur yang diamati berjumlah 20 butir dari tiap individu ikan.


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Morfologi
Berdasarkan data pengukuran diketahui rata-rata berat ikan belida  di Sungai Tulang Bawang adalah 842,90 gram, panjang total 47,63 cm dan tinggi badan 12 cm. Dapat digambarkan ikan belida mempunyai badan yang pipih dengan  kepala yang berukuran kecil, di bagian tengkuknya terlihat bungkuk, serta rahang atas terletak jauh dibelakang mata. Permukaan tubuh ikan belida tertutup oleh sisik berukuran kecil, dengan tipe sisik ctenoid. Sisik di bagian punggung berwarna kelabu, sedangkan pada bagian perut berwarna putih keperakan. Morfologi ikan belida dapat dilihat pada  Gambar 1.
Menurut Kottelat et al.  (1993) bentuk tubuh ikan belida pipih (compresed), bentuk kepala dekat punggung cekung dan rahangnya semakin panjang sesuai dengan meningkatnya umur, sirip dubur menyambung dengan sirip  ekor berawal tepat di belakang sirip perut yang dihubungkan dengan sisik-sisik kecil, sisik pre-operkulum lebih dari 10 baris, terdapat 117-127 jari-jari lunak pada sirip dubur dan 43-49 pasang duri kecil di sepanjang sirip perut. Warna tubuh hitam atau putih keperakan dengan panjang total tubuh dapat mencapai lebih dari 60 cm.
Cholik et al. (2005) menambahkan ciri-ciri ikan belida antara lain: memiliki sirip dubur sangat panjang yang berawal dari tepat di belakang sirip perut sampai ke bagian sirip ekor, dapat menghisap udara dari atmosfer, cenderung   aktif   pada   malam hari (nocturnal). Dan berdasarkan kebiasaan makannya tergolong ikan omnivora dengan kecenderungan bersifat karnivora (predator). Ikan belida betina memiliki alat kelamin berbentuk bulat serta sirip perut relatif pendek dan tidak menutupi bagian urogenital. Ketika matang gonad bagian perut membesar dan kelamin berwarna merah. Ikan belida jantan memiliki alat kelamin berbentuk tabung serta sirip perut relatif lebih panjang dan menutupi bagian urogenital. Secara umum ukuran jantan lebih kecil daripada ukuran ikan betina. Ikan belida  jantan mempunyai kebiasaan membuat sarang dari ranting kayu dan daun, serta menjaga telur dan anak-anaknya.

Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis)



3.2. Sebaran Ukuran dan Hubungan Panjang-Berat Ikan

Ikan belida yang  tertangkap di Sungai Tulang Bawang selama penelitian berjumlah 30 ekor, terdiri atas 21 ekor ikan betina dengan selang panjang 30,8-60 dan berat 445-1814 gram serta 9 ekor jantan dengan selang panjang 38,6-56,3 cm dan berat 452-1365 gram. Ikan  belida betina banyak berada pada selang panjang 49-54 cm dan berat 930-1810 gram. Demikian juga ikan jantan banyak berada pada selang panjang 49-54 cm dan berat 580- 1360 gram (Gambar 2.a).
Ikan belida betina memiliki panjang rata-rata 51,49 cm dan berat rata-rata 866,52 gram, sedangkan ikan jantan memiliki panjang rata- rata 50,48 cm dan berat rata-rata 812,89 gram. Berdasarkan panjang dan  berat  rata-ratanya,  ikan   belida betina berukuran lebih besar dibandingkan ikan belida jantan. Hal ini sesuai dengan pendapat Cholik et al. (2005) yang menyatakan bahwa pada umumnya ikan belida jantan lebih kecil daripada ikan betina.
Hasil analisis statistik hubungan  panjang  dan  bobot tubuh 30 ekor ikan belida diperoleh persamaan berikut : W = 0,0459.L2,5005 (Gambar 2.b). Persamaan  panjang  dan  berat ikan belida menunjukkan nilai koefisien regresi (b,R) adalah 2,5005 dan nilai R2 = 0,95. Nilai b lebih kecil dari 3 yang berarti bahwa ikan belida memiliki pertumbuhan allometrik negatif. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan panjang ikan belida lebih cepat dibandingkan pertumbuhan beratnya, sehingga bentuk tubuh ikan belida ramping atau kurus.

 (a)  


                                                                                (b)
Gambar 2. (a) Sebaran ukuran panjang dan (b) Hubungan panjang dan berat ikan belida (Chitala lopis) di sungai Tulang Bawang


Dari data analisa morfometri juga diperoleh rata-rata panjang adalah 50,9 cm dan berat 883,90 gram, hal ini mununjukkan bahwa ikan yang di tangkap selama penelitian termasuk ikan yang masuk tahap masih muda. Ajie dan Utomo (1994) dalam Sunarno (2002) ikan belida berukuran lebih dari 60 cm sudah memasuki usia dewasa. Secara morfologi ikan belida sangat sulit untuk dibedakan antara jantan dan betina, tetapi selama penelitian diperoleh tanda-tanda yang dapat digunakan untuk mengetahui jenis kelamin ikan belida. Pada ikan belida jantan organ genital lebih pendek dan kecil dibandingkan organ genital pada ikan betina.

3.3. Rasio Kelamin dan Tingkat Kematang Gonad

Berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan  diketahui jumlah ikan berkelamin jantan 9 ekor (29,97%) dan betina 21 ekor (70,03%). Dengan demikian rasio kelamin antara ikan jantan dengan ikan betina adalah 1: 2,3. Nilai rasio ini menunjukkan bahwa jumlah ikan betina yang terdapat di  sungai Tulang Bawang dua kali lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ikan jantan. Jumlah ikan betina lebih banyak dibandingkan ikan jantan karena jumlah sperma yang dihasilkan ikan jantan jauh lebih banyak dibandingkan jumlah telur yang dihasilkan ikan betina, sehingga dimungkinkan satu ekor ikan jantan dapat membuahi dua ekor ikan betina.
Tingkat kematangan gonad (TKG) adalah tahap tertentu dari perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan berpijah. Data tingkat kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan antara ikan yang masak gonadnya dengan yang belum dari stok yang ada di perairan. Penentuan TKG dapat dilakukan dengan cara morfologi yang ditekankan pada pengamatan bentuk, ukuran panjang berat dan warna serta perkembangan isi gonad. TKG ikan belida yang ditangkap dari Sungai Tulang Bawang tercantum pada Gambar 3.
Berdasarkan pengamatan didapatkan nilai TKG ikan belida di Sungai Tulang Bawang sebagian besar dalam kondisi tidak masak. Jumlah ikan yang gonadnya tidak masak   mencapai   15   ekor   (50%), masa istirahat  9  ekor (30%), hamper masak 4 ekor (13,33%) dan masak 2 ekor (6,67%). Pada tahap  gonad tidak masak dan masa istirahat (TKG I dan II), ukuran gonad ikan belida sangat   kecil   sehingga   tidak  dapat dilihat dengan mata telanjang. Pada tahap hampir masak (TKG III), telur ikan sudah dapat dibedakan oleh mata dan testes berubah dari transparan    menjadi    merah  muda, sedangkan  pada  tahap  masak (TKG IV) telur dan testes ikan sudah mencapai berat maksimum dan siap dikeluarkan.

Gambar 3. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Belida (Chitala lopis)

Data di atas menunjukkan sebagian besar ikan belida belum matang gonad. Hal ini diduga karena ikan belida yang ditangkap tidak sedang berada dalam masa pemijahan, sehingga sebagian besar gonadnya belum matang atau berada pada taraf perkembangan menuju kematangan. Selain itu berdasarkan ukuran panjang dan berat rata-rata, ikan belida masuk kategori belum dewasa sehingga sebagian besar gonadnya tidak masak. Menurut Cholik et al. (2005) ikan belida memijah pada musim penghujan, sedangkan penelitian ini dilakukan pada masa peralihan musim hujan ke musim kemarau. Karena ikan belida yang ditangkap tidak berada dalam musim pemijahan, sehingga sebagian besar gonad ikan belum matang. Tingkat kematangan gonad ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain spesies, umur dan ketersediaan hormon, sedangkan faktor eksternal antara lain suhu perairan dan jenis makanan.
Selama terjadinya perkembangan gonad, sebagian besar energi  metabolisme  ditujukan  pada perkembangan gonad ikan. Pada tahapan itu akan terjadi vitellogenesis, yaitu proses pengendapan kuning telur pada tiap- tiap individu telur yang menyebabkan berat  gonad bertambah. Dari pengetahuan tahap kematangan gonad tersebut, maka kita akan mengetahui kapan waktunya ikan mulai memijah, sedang memijah, atau sudah selesai memijah (Effendie, 1997).

 

3.4. Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Indek kematangan gonad (IKG) adalah nilai dalam persen (%) sebagai hasil perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh ikan. Dengan mengetahui TKG dan IKG satu spesies ikan, maka kita dapat memprediksi kapan ikan akan memijah. Indeks kematangan gonad menunjukkan tingkat kematangan gonad, dimana semakin matang gonad maka nilai IKG semakin besar dan akan mencapai nilai maksimum pada saat terjadi pemijahan. IKG akan menurun dengan cepat selama pemijahan berlangsung sampai selesai.
Secara keseluruhan nilai indeks kematangan gonad  (IKG) ikan belida jantan berkisar antara 0,01% sampai 0,35% dan ikan betina antara 0,16% sampai 0,89%. Hal ini menunjukkan bahwa ikan belida di Sungai Tulang Bawang berada pada tahap belum matang. Effendie (1997) menyatakan ikan dengan nilai IKG kurang dari 1% masuk kategori belum masak dan antara 1-5 % sudah masak.
Indeks kematangan gonad dipengaruhi oleh perkembangan gonad, karena bertambahnya berat gonad akan dibarengi dengan bertambahnya diameter telur, sehingga menyebabkan bertambahnya nilai IKG. Penelusuran terhadap ukuran telur masak dan komposisi ukuran telur secara keseluruhan dapat digunakan untuk pendugaan pola pemijahan  ikan (Effendie, 1997). Ketika gonad ikan belida belum berkembang, nilai IKG masih kecil. Namun mendekati masa   pemijahan,   nilai   IKG   akan semakin besar. Kondisi telur ikan belida yang masih muda dan keadaan sperma yang hampir matang dapat dilihat pada Gambar 4a dan 4b.
Dari gambar terlihat bahwa telur ikan belida masih dalam proses pembentukan kuning telur (vitellogenesis).            Hal ini menunjukkan bahwa gonad ikan belida betina masih dalam tahap perkembangan menuju matang. Semakin matang telur ikan, maka semakin banyak kuning telur yang terbentuk dan semakin jelas lapisan lemak yang menyelimuti telur tersebut. Saat diameter telur sudah mencapai ukuran maksimum, maka telur tersebut siap untuk dikeluarkan. Berdasarkan pengamatan pada gonad ikan belida jantan terlihat keadaan sperma yang sudah mendekati matang. Hal ini dapat dilihat dari bentuk dan ukuran sperma yang sudah membesar serta penyebarannya yang merata di dalam testes.
(a) 


                                                                                           (b)
Gambar 4. Histologi telur ikan belida
Keterangan :    1. Inti sel telur             3. Lapisan lemak
2. Kuning telur            4. Spermatozoa

3.5. Fekunditas
Menurut          Nikolsky          (1963) dalam   Effendie   (1997)  fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat dalam ovari. Fekunditas relatif adalah jumlah telur persatuan berat atau panjang, penggunaan fekunditas relatif dengan satuan berat lebih mendekati kondisi ikan dari pada dengan satuan panjang  (Bagenal 1967 dalam Effendie, 1997). Data fekunditas berguna untuk studi mengenai ras, dinamika populasi, produktivitas dan potensi reproduksi. Untuk itu data fekunditas ini sangat membantu dalam usaha budidaya ikan.
Berdasarkan data dari enam ekor ikan betina yang dibedah, diketahui fekunditas ikan belida berkisar 207-412 butir dengan  rerata 290 butir per ekor. Kecilnya fekunditas ini disebabkan ikan belida yang tertangkap di Sungai Tulang Bawang masih tergolong muda dengan ukuran tubuh yang sedang (50,9 cm dan 883,90 gram). Menurut Sunarno (2002) bahwa ikan belida dengan ukuran lebih dari 80 cm mempunyai jumlah telur berkisar 200-500 butir dengan rerata 290 butir per ekor. Fekunditas sangat dipengaruhi oleh berat dan panjang ikan, dimana semakin berat dan panjang ikan kemungkinan jumlah telur yang terkandung dalam perut ikan semakin banyak.
Menurut Fujaya (2004), ada tiga strategi yang digunakan oleh ikan saat memijah yaitu : memijah jika cadangan energi (lipid) mencukupi, memijah sesuai proporsi energi yang tersedia, dan memijah dengan mengorbankan semua fungsi yang lain. Berdasarkan tiga strategi  di atas, maka ikan memiliki ukuran dan jumlah telur yang berbeda tergantung tingkah laku dan habitatnya. Beberapa ikan memiliki jumlah telur banyak, namun ukurannya sangat kecil, sehingga sintasannya rendah. Sebaliknya ada ikan yang jumlah telurnya sedikit, namun ukurannya relatif besar sehingga   sintasannya   tinggi. Ikan belida    termasuk jenis ikan yang sedikit telurnya.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN 
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah panjang rata-rata ikan belida adalah 50,9 cm, berat 883,90 gram, lebar mulut 4,2 cm, dan tinggi badan 15,6 cm. Berdasarkan hubungan panjang dan berat, pertumbuhan ikan belida adalah allometrik negatif. Sebagian besar ikan belida berada dalam kondisi tidak matang gonad, dengan indeks kematangan gonad pada ikan jantan berkisar 0,01% - 0,35% dan pada ikan betina antara 0,16% - 0,89%. Rasio kelamin antara ikan belida jantan dan betina adalah 1  : 2,3  dengan  fekunditas  berkisar 207-412 butir.
 
4.2. Saran
Dari kesimpulan yang ada dapat diberikan saran- saran sebagai berikut:
1.         Disarankan agar para nelayan tidak melakukan penangkapan ikan belida secara berlebih (over fishing), mengingat fekunditasnya yang sangat rendah.
2.         Perlu penelitian lebih lanjut mengenai kondisi habitat dan pemijahan belida agar di masa mendatang dapat dibenihkan dan dibudidayakan secara masal.
 


DAFTAR PUSTAKA

 

Cholik, F., Jagadraya, A.G., Poernomo, R.P dan Jauji, A., 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa.         Masyarakat Perikanan Nusantara dan Taman Akuarium Air Tawar. Jakarta. 415 hal.
Effendie, M. I., 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Jakarta. 163 hal.
Fujaya, Y., 2004. Fisiologi Ikan, Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka Cipta. Jakarta. 179 hal.
Kottelat, M., Whitten, A.J., Kartikasari, S.N., and Wirjoatmodjo, W., 1993. Freshwater Fishes Of  Western Indonesia And Sulawesi. Periplus Editions. Singapore. 293 hal.